Di hutan Dandaka yang lebat dan penuh misteri, terjadilah sebuah pertarungan yang tak dapat terlupakan antara dua saudara, Subali dan Sugriwa. Mereka berdua adalah manusia kera yang sangat kuat. Sugriwa selalu diperlakukan tidak adil oleh Subali. Dengan segala kehebatan fisiknya, Subali sering kali menganggap adiknya lemah. Hari itu, pertempuran sengit terjadi di pinggir hutan Dandaka. Subali dan Sugriwa, dengan kekuatan luar biasa, saling bertarung hingga menggetarkan tanah. Suara tumbukan tubuh mereka bergema hingga ke ujung hutan. Subali, dengan tubuh besar dan kekuatan luar biasa, mengejar Sugriwa yang berusaha menghindari serangan-serangan fatal. Namun, Sugriwa bukanlah lawan yang mudah dikalahkan. Dia lincah dan cerdas, mampu menghindar dari serangan yang datang bertubi-tubi.
Namun, dalam pertempuran tersebut, ada satu sosok yang diam-diam mengamati dari kejauhan. Dia adalah Rama yang memiliki busur dan anak panah ajaib. Rama, yang telah mengetahui bahwa perselisihan antara Subali dan Sugriwa harus segera diakhiri demi kedamaian, berencana untuk mengakhiri pertarungan itu dengan satu panah yang tepat.
Rama tahu bahwa Subali memiliki kekuatan luar biasa yang bisa merusak apapun yang ada di sekitarnya, namun yang lebih mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa Subali tidak bisa dikalahkan secara langsung oleh Sugriwa. Namun, Subali memiliki satu kelemahan yang tidak diketahui banyak orang—dia tidak bisa melihat siapa yang berada di belakangnya saat bertarung.
Dengan hati-hati dan penuh perhitungan, Rama mempersiapkan busurnya. Saat Subali tengah asyik bertarung dengan Sugriwa, Rama menarik busurnya dengan hati-hati. Ia memilih sebuah anak panah yang dilengkapi dengan kekuatan dewa. Dalam hati, Rama berdoa agar keputusan ini membawa keadilan bagi Sugriwa dan seluruh hutan Dandaka.
Di saat yang tepat, ketika Subali sedang memfokuskan serangannya pada Sugriwa, Rama melesatkan anak panahnya. Anak panah itu terbang dengan kecepatan luar biasa, menembus udara dan melesat tepat menuju dada Subali. Tak ada waktu bagi Subali untuk bereaksi. Anak panah itu menembus tubuh Subali, yang sangat kuat itu, dan menghentikan gerakannya.
Subali terkejut dan melihat bahwa ia telah tertembus panah dari arah yang tidak ia duga. Wajahnya dipenuhi kebingungan dan rasa sakit. Dalam detik-detik terakhirnya, ia melihat Sugriwa, yang berdiri di kejauhan, tampak kaget. Serta Dewi Tara dan Anggada yang penuh dengan kesedihan.
“Kenapa engkau lakukan ini, Rama?” tanya Subali dengan suara terbata-bata, menahan rasa sakit yang luar biasa.
Rama, yang datang mendekat, menjawab dengan tenang, “Aku melakukan ini demi keadilan, Subali. Pertarungan ini telah berlangsung terlalu lama dan tidak akan membawa kebaikan bagi siapapun. Kalian berdua adalah saudara, dan hanya kedamaian yang dapat menyelesaikan masalah ini.”
Subali menghela napas panjang, seolah menerima kenyataan itu. Ia menatap Sugriwa sekali lagi, beserta Dewi Tara dan Anggada dengan mata penuh penyesalan. Sugriwa, yang masih bingung namun terharu, hanya bisa mengangguk. Ia tahu bahwa pertempuran itu telah berakhir, dan saudara yang telah lama hilang itu akhirnya menemukan jalan menuju kedamaian, meskipun dengan cara yang pahit.
Dengan berat hati, Rama mendekati Subali yang terjatuh, dan memberikan penghormatan terakhir. Tak lama setelah itu, Subali pun menghembuskan napas terakhirnya, meninggalkan dunia ini dengan penuh penyesalan.
Setelah Subali jatuh, Sugriwa yang kini kembali menjadi penguasa hutan Dandaka berterima kasih pada Rama. Meskipun perasaan kehilangan atas saudara kandungnya tetap ada, ia menyadari bahwa kehormatan dan kedamaian lebih penting daripada pertarungan yang tak ada ujungnya.
Dan begitulah, berakhir sudah pertarungan antara dua saudara ini, yang diselesaikan dengan cara yang tak terduga. Rama, dengan kebijaksanaannya, telah mengakhiri sebuah kisah tragis yang telah berlangsung lama, membawa harapan baru bagi hutan Dandaka dan semua makhluk yang ada di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar