Di sebuah aula yang luas di gurukula, Guru Drona duduk dengan penuh ketenangan, memandang kedua muridnya, Yudistira dan Duryodana, yang duduk di hadapannya. Sebagai seorang guru yang bijaksana, Drona sering memberikan ujian kepada murid-muridnya untuk mengukur kedalaman pemahaman mereka tidak hanya dalam hal ilmu, tetapi juga dalam sifat-sifat batin mereka. Hari itu, ia memutuskan untuk menguji kedua muridnya dengan pertanyaan yang sederhana namun penuh makna.
"Anakku Duryodana," ujar Drona dengan lembut, "bagaimana pendapatmu tentang Raja Drupada?"
Duryodana, yang dikenal dengan hatinya yang keras dan penuh ambisi, segera menjawab tanpa berpikir panjang. "Raja Drupada adalah raja yang tidak becus memerintah kerajaannya. Ia tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam berperang dan memimpin. Drupada hanya mengandalkan kekayaannya tanpa memiliki kecerdasan untuk memimpin rakyatnya dengan baik."
Guru Drona mengangguk pelan mendengar jawaban Duryodana. Ia kemudian beralih menatap Yudistira, anak sulung Pandawa yang selalu menunjukkan sikap bijaksana dan penuh kasih sayang. "Bagaimana denganmu, Yudistira?" tanya Drona.
Yudistira yang selalu berusaha melihat dunia dengan pandangan positif dan hati yang penuh kebijaksanaan menjawab dengan lembut, "Raja Drupada adalah seorang raja yang sangat dihormati oleh rakyatnya, Guru. Beliau sangat adil dan bijaksana dalam memerintah, dan rakyatnya mencintainya karena kepemimpinan yang penuh dengan keadilan dan kebijaksanaan. Meskipun beliau pernah berkonflik dengan Drona, saya percaya bahwa Raja Drupada memiliki niat baik dan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kerajaannya."
Drona tersenyum mendengar jawaban kedua muridnya. Ia melihat perbedaan yang jelas dalam cara pandang mereka. Duryodana, dengan hati yang dipenuhi oleh ambisi dan iri hati, selalu menilai orang lain berdasarkan kekurangan dan kelemahan mereka. Sebaliknya, Yudistira, yang hati dan pikirannya dipenuhi dengan kasih sayang dan kebijaksanaan, selalu mencari kebaikan dalam diri orang lain.
Guru Drona menyadari bahwa ini adalah pelajaran yang lebih besar dari sekadar jawaban tentang Raja Drupada. Percakapan ini menunjukkan bagaimana sikap dan cara pandang seseorang terhadap dunia mencerminkan hati mereka. Duryodana, dengan hati yang penuh kebencian dan keinginan untuk menjatuhkan, hanya bisa melihat sisi buruk dari orang lain. Yudistira, yang hatinya dipenuhi dengan cinta kasih dan penghormatan, selalu berusaha melihat kebaikan dalam diri orang lain, bahkan ketika orang tersebut memiliki kekurangan.
Drona tahu bahwa hidup tidak hanya tentang melihat apa yang ada di permukaan, tetapi juga tentang memahami apa yang tersembunyi di dalam hati setiap orang. "Anakku," kata Drona kepada mereka berdua, "hari ini kalian telah menunjukkan kepada saya bagaimana cara kita melihat dunia ini akan sangat mempengaruhi cara kita hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Jika kita selalu melihat kekurangan dan keburukan dalam diri orang lain, maka kita juga akan menumbuhkan keburukan dalam diri kita sendiri. Namun, jika kita berusaha melihat kebaikan dan kelebihan dalam diri orang lain, maka kita akan menemukan kedamaian dalam hati kita."
Kedua murid itu mendengarkan dengan seksama, dan meskipun Duryodana tetap pada sikapnya yang keras, dalam hatinya ada sedikit perubahan yang mulai terbentuk. Yudistira, seperti biasa, mengangguk dengan penuh pengertian, menyadari betapa pentingnya untuk selalu menjaga hati yang lembut dan penuh cinta kasih dalam menghadapi kehidupan.
Percakapan sederhana itu, meskipun sepertinya hanya tentang penilaian terhadap seorang raja, sesungguhnya mengandung pelajaran yang mendalam. Drona mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa cara kita menilai orang lain tidak hanya menunjukkan pendapat kita tentang mereka, tetapi juga mencerminkan kualitas hati kita sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Yudistira, "Apa yang kita lihat pada orang lain adalah gambaran dari diri kita sendiri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar