Minggu, 23 April 2023

Cangak Dan Kepiting.

Ada sebuah cerita yang menggambarkan prilaku burung bangao dengan tipu muslihatnya menggagalkan segala cara untuk memuaskan keserakahannya
    Diceritakan di sebuah danau, keadaan danau yang asri,,berbagai bunga menghiasi menggoda setiap hewan datang ke kolam itu
   Danau yang jernih dengan berbagai ikan didalamnya ,datanglah si burung bangao dengan gagahnya bertengger di batu samping kolam bercerita tentang dia tidak lagi melaksanakan kelobaan dan keserakahan karena dirinya sudah menjalankan ajaran kebaikan,
   Karena keterharuanya semua ikan pada bengong dan terpaku dengan wejangannya yang sekilas tentang kebenaran dan kebaikan
   Karena semua ikan sudah terhasut oleh ucapannya,,,singkat cerita dia merunduk sedih menatap semua ikan di kolam,,sampai sampai ikan berkata kenapa kamu sedih dengan muka tertekuk, apa yang mengganjal dalam hatimu?
    Dan dia berkata "aku sangat kasihan kepadamu ikan ,,keadaan danau ini sangat memperihatinkan. aku tidak mau kehilanganmu karena engkaulah sahabat terbaikku
    Aku punya tempat yang layak untukmu yaitu sebuah danau terhampar luas dan belum terjamah oleh siapapun dan pasti kamu menyukai tempat itu
   Karena kesan pertama yang menyejukkan dan sedikitpun tidak merasa akan mencelakainya, maka termakan lah hasutan ikan dan berkata "aku mau ikut denganmu"
    Satu persatu ikan dibawa oleh burung bangao di puncak bukit dan terdapat sebuah batu yang datar.  Dimakanlah semua ikan ikan itu sampai meninggalkan tuang belulang saja
   Karena kerakusannya, datanglah kembali ke kolam itu,hanya kepitinglah yang masih tertinggal sampai dia berkata wahai burung bangao aku ikut dengan mu,,dengan senang hati dia berkata ,,,ya kemarilah. Aku harap semua isi kolam ini saya pindahkan,,keluarlah dari persembunyianmu dan pakailah kapitmu untuk menempel di leherku
    Di terbangkanlah kepiting itu. Dari kejauhan dilihat batu yang datar dengan tulang belulang ikan yang berserakan. Dalam hati kepiting berkata ternyata temanku dimakan ,,dengan marahnya kepiting lalu dijepitlah leher bangao sehingga tak bernapas dan mati.
 

Kamis, 13 April 2023

Profil Singkat Tentang Karna.

Dalam epos Mahabharata, Karna adalah ksatria tangguh. Tapi sayangnya ia melanggar garis kebenaran. Sehingga sudah tahu salah namun tak kuasa melawan. Hal itu disebabkan oleh ikatan sumpahnya. Itulah cerita pewayangan yang menyangkut semua tentang kehidupan. Wayang atau bayang adalah cerminan baik dan buruk prilaku di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Maka timbullah filosofi dalam cerita yaitu kisah Mahabharata.
        Kenapa ia diberi nama Karna? Sebab dewi Kunti mengucapkan mantra pemanggil dewa yang diberikan oleh Rsi Druwasa. Karena lahir akibat dari mendengarkan mantra suci yang diucapkan dewi Kunti maka dewa Surya mendatangi Kunti dan memberi berkat yang harus diterima Karna semasih bayi. Dalam bahasa Sanskerta, Karna artinya telinga pasalnya ia lahir dari telinga dewi Kunti. Ia juga bernama Radheya yang artinya putra Radha.
        Sewaktu lahir, Karna dibuang oleh Kunti ke sungai Aswa dalam sebuah keranjang kemudian terbawa arus sampai akhirnya ditemukan oleh Adirata yang bekerja sebagai kusir di kerajaan Kuru. Karna sejak lahir sudah memakai pakaian perang lengkap dengan anting-anting dan kalung pemberian Surya, maka bayi itu pun diberi nama Basusena.
           Setelah dewasa ia menjadi pendukung utama pihak Korawa dalam perang besar melawan Pandawa. Ia diangkat menjadi raja oleh Duryodana di kerajaan Anga. Makanya dalam wiracarita Mahabharata ia juga disebut raja Anga. Jika ditilik dari silsilah, ia merupakan kakak tertua dari Yudistira, Bima, dan Arjuna. Naasnya, ia gugur di tangan adiknya sendiri yaitu Arjuna dalam perang Mahabharata. Menurut legenda, Karna merupakan pendiri kota Karnal yang terletak di negara bagian Haryana-India utara.

Rabu, 12 April 2023

Calonarang.

Di Bali ada sebuah kesenian tradisional yang mengambil tema Calonarang dalam bentuk drama tari. Sejarah tersebut sebenarnya berasal dari Jawa Timur. Tetapi justru di Bali, cerita Calonarang lebih populer dibandingkan pulau asalnya. Kenapa drama tari Calonarang selalu memamerkan kesaktian Calonarang serta beberapa penari selalu menusukkan keris ke dadanya saat kesurupan? Dan juga berisi salah seorang pemain drama tari Calonarang yang menantang Leak untuk memangsa Bangke Matah. Dan apa itu Bangke Matah? Bangke Matah adalah manusia yang berperan sebagai mayat.
        Pementasan drama tari Calonarang seperti itu menurut saya sih sah sah saja. Karena hal itu adalah sebuah bentuk cerita yang komunikatif antara penonton dengan penari. Cerita tersebut di era sekarang sangat dibutuhkan masyarakat karena merupakan perpaduan antara era modern dengan tradisi. Drama tari Calonarang juga termasuk sebuah tontonan yang sengaja dibuat dengan bumbu yang sangat menyeramkan sesuai dengan alur ceritanya.
          Belakangan ini ada seorang penulis yang bernama Prof.Dr.Tuty Heraty Rooseno, salah seorang guru besar di falkutas ilmu besar Ui yang sepertinya membela sosok dan tokoh Calonarang meskipun Calonarang adalah sosok wanita jahat yang terkenal dengan ilmu hitamnya. Karena dalam buku karyanya beralasan bahwa Calonarang adalah korban dari masyarakat patriakal pada jamannya. Seringkali dalam cerita ini hanya disoroti tentang kekejaman dan kejahatan Calonarang. Namun dewasa ini muncul analisis-analisis yang lebih berpihak kepada Calonarang. Bahkan dalam teks Tangting Mas Tangting Rat diceritakan ketika Calonarang difitnah, akhirnya beliau bertekad ingin menghanguskan kerajaan Kediri. Saat akan menggempur kerajaan Kediri, Calonarang dan beberapa muridnya mengadakan ritual dan mendemonstrasikan kesaktian mereka. Irarung. Ilendi, Iweksira, Ilenda, mereka mengelilingi Calonarang yang diiringi oleh Iguyang yang telah berubah wujud menjadi kuda. Lidahnya menjulur keluar, suaranya keras memekakan telinga dan menyeramkan. Ia sudah siap ditungangi oleh Calonarang dan muridnya sebagai bentuk protes karena difitnah. 
                    Sebenarnya kitab yang dimiliki Calonarang adalah kitab Lipyakara atau kitab putih yang berisi ilmu kesempurnaan hidup dan ilmu kebaikan. Karena difitnah punya ilmu hitam, akhirnya putrinya yang bernama Ratna Manggali tidak ada yang melamar. Akhirnya kemarahan Calonarang memuncak. Dari sejarah Calonarang, kita semua bisa memanggil pelajaran bahwasannya hoax dapat menghancurkan tatanan kehidupan bermasyarakat dan belajar lebih bijak menghadapi hoax. Jangan sampai terpancing emosi karena hal itu akan merugikan diri kita sendiri. Seperti yang tertulis dalam serat Calonarang halaman 17 a dijelaskan dari perkawinan Mpu Bahula dan Ratna Manggali maka lahirlah tokoh-tokoh besar Hindu seperti Mpu Tantular, Mpu Sidimantra, dan Danghyang Nirarta atau Dwijendra atau juga Pedanda Sakti Wawu Rauh. Semua tokoh-tokoh besar tersebut merupakan garis keturunan dari seorang wanita yang dituduh jahat yang bernama Walu Nateng Dirah atau Calonarang. Jadi, orang yang dituduh jahat belum tentu melahirkan orang-orang jahat. Begitu kira-kira poinnya.
        Dalam drama tari Calonarang yang sering tayang di Balitivi pada malam hari diceritakan bahwa di desa Dirah ada seorang janda bernama Rangda Nateng Girah. Beliau memiliki seorang putri cantik yang bernama Ratna Manggali. Rangda Nateng Girah bermaksud agar putrinya cepat memperoleh suami. Namun tak seorangpun lelaki yang berani melamar putrinya karena Rangda Nateng Girah terkenal dengan ilmu hitamnya. Itulah yang membuat beliau marah kemudian pada malam hari beliau pergi ke kuburan diiringi beberapa muridnya.
              Pada pertengahan malam beliau lalu berubah wujud menjadi mahluk yang sangat menyeramkan. Lalu terjadilah Grubug di desa tersebut. Kabar tentang Grubug sampai terdengar di istana Daha. Lalu secepatnya Airlangga mengutus Demang Dodokan untuk mengetahui kebenaran kabar tersebut. Tapi sial, Demang Dodokan tewas di desa Girah. Lalu Airlangga marah kemudian mengutus Patih Sudarsana untuk membunuh Rangda Girah karena Rangda Girah telah membunuh orang-orang tanpa dosa. Lalu terjadilah peperangan antara Patih Sudarsana dengan Rangda Girah. Patih Sudarsana berubah wujud menjadi Barong, sementara Rangda Girah berubah wujud menjadi Rangda.
        Sementara dalam versi lain seperti film yang pernah disutradarai Sisworo Gautama Putra pada tahun 1985 yang berjudul Ratu Sakti Calonarang disebutkan bahwa Rangda Girah tewas di tangan Mpu Bharadah. Inti ceritanya adalah Mpu Bharadah mengutus putranya yang bernama Mpu Bahula untuk mengawini Ratna Manggali agar berhasil mencuri ilmu Pengleakan milik janda tersebut. Perkawinan Mpu Bahula dengan Ratna Manggali adalah siasat untuk mendapatkan lontar Tantrayana Mantram, Nircaya Lingga dan kitab Lipyakara. Kemudian Rangda Girah atau Calonarang sangat marah karena dirinya merasa tertipu. Akhirnya Calonarang menantang Mpu Bharadah untuk perang tanding pada malam hari di kuburan yang ada di kerajaan Kediri. Konon di akhir cerita, Calonarang terbakar hangus oleh ilmunya sendiri.

Naga Basuki.

Naga Besuki merupakan sebuah makhluk mitos yang berasal dan dipercaya oleh rakyat Bali. Kisah tentang naga besukih ini juga muncul dalam legenda terciptanya selat Bali. Dan konon kabarnya naga besukih bertempat tinggal di bawah kawah gunung Agung.

.
Naga ini diceritakan sangat sakti. Sisik dari naga ini bisa rontok dan berubah menjadi emas dan berlian. Konon Begawan Sidhimantra yang sakti memanggil naga besukih dengan genta sakti untuk meminta harta demi melunasi hutang anaknya yang suka berjudi.
.
Kita biasa mendengar Naga adalah makhluk mitologi yang muncul dalam mitos negara-negara Eropa, atau ular berukuran besar yang dapat terbang naga dari legenda Tiongkok. Tetapi legenda naga juga ada di Indonesia, tepatnya di Bali. 
.
Selain terkenal dengan pemandangannya yang pempesona, dan kaya akan tradisi dan budaya, Bali juga memiliki kisah legenda tentang Naga yang sudah ada sejak zaman dulu. Salah satunya adalah kisah legenda terbentuknya Selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dan Pulai Bali.


Cerita Mayadanawa.

Dalam Lontar Purana Bali Dwipa, ada seorang raja di Bali bernama Mayadanawa. Ia adalah putra dari Dalem Balingkang atau Prabu Jaya Pangus dengan Dewi Danu. Pusat kerajaan Mayadanawa adalah di daerah Bedahulu. Mayadanawa seorang raksasa yang sangat anti pada upacara Yadnya. Rakyatnya dilarang untuk melaksanakan Yadnya di tempat suci manapun seperti di Kahyangan tiga, Sad Kahyangan dan Kahyangan Jagat. Karena perbuatannya, wabah penyakit menyerang dimana-mana. Melihat hal tersebut, Lalu Arya Manik Angkeran yang bergelar Sangkul Putih memohon pada Batara Indra di pura Besakih agar turun untuk membasmi kejahatan Mayadanawa.
       Kemudian diceritakan pertolongan datang dari Bhatara Indra. Dalam penyerangan melawan Mayadanawa, pasukan sayap kanan dipimpin oleh Citrasena dan Citrangada. Pasukan sayap kiri dipimpin oleh Sang Jayantaka. Sedangkan pasukan induk dipimpin langsung oleh Bahtara Indra. Pasukan cadangan dipimpin oleh Gandarwa. Dalam peperangan antara pasukan Bhatara Indra dengan pasukan Mayadanawa, yang unggul adalah pasukan Bhatara Indra. Sementara pasukan Mayadanawa melarikan diri bersama patihnya yang bernama Kala Wong. Pada malam harinya, Mayadanawa menciptakan mata air beracun di dekat tenda pasukan Bhatara Indra.  Agar tidak meninggalkan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya sehingga daerah tersebut dinamakan Tampaksiring. Pasukan Bhatara Indra banyak yang jatuh sakit karena minum air beracun buatan Mayadanawa. Bhatara Indra kemudian menciptakan mata air yang kemudian dinamakan Tirta Empul. Setelah pasukan Bhatara Indra bisa disembuhkan karena minum air Tirta Empul, pasukan Bhatara Indra kembali melanjutkan perjalanannya dalam mengejar Mayadanawa.
            Untuk menyembunyikan dirinya, Mayadanawa mengubah dirinya menjadi berbagai rupa seperti misalnya menjadi ayam. Maka di daerah tersebut dinamakan desa Manukaya. Menjadi timbul, sehingga dinamakan desa Timbul. Menjadi Busung atau janur, sehingga dinamakan desa Blusung. Menjadi Susuh, sehingga dinamakan desa Penyusuhan. Menjadi bidadari, sehingga dinamakan desa Kedewatan. Dan terakhir, Mayadanawa terkena panahnya Bhatara Indra sehingga darahnya mengalir dan membentuk sungai yang disebut sungai Petanu. Kematian Mayadanawa tersebut diperingati sebagai hari raya Galungan, kemenangan Darma melawan Adarma.
                   Dan mengenai sejarah Tirta Empul, Kira-kira tahun berapa Bhatara Indra menciptakan permandian Tirta Empul dalam peperangannya melawan Mayadanawa? Menurut catatan di berbagai majalah bernuansa Hindu menyebutkan permandian Tirta Empul dibangun pada bulan atau Sasih Kapat, tahun Isaka 884 atau sekitar bulan Oktober tahun 962 Masehi. Permandian Tirta Empul memiliki 33 pancoran yang berderet dari barat ke timur dengan khasiat masing-masing. Nama pancorannya antara lain pancoran pembersihan, pancoran Sudamala, pancuran Cetik, Tirta Pangentas, Tirta Pelebur dan lain-lain. Ada sekitar 14 pancoran yang berfungsi untuk pembersihan, dua jenis pancoran untuk pelebur, dan ada sekitar enam pancoran untuk Upakara Yadnya. Dalam Kekawin Mayantaka sebuah karya sastra dari Danghyang Nirarta ada Wirama yang menjelaskan tentang khasiat dari Tirta Empul yaitu " Tirta Empul namanya olehku, demikian sabda Bhatara Indra, mulai sekarang sampai di kemudian hari, sungguh amat suci dan utama keadaan Tirta tersebut membuat senang, tidak ada menandingi jika sang Brahmana dan Ksatrya pergi mandi atau cuci muka di Tirta tersebut, kekotoran dirinya akan hilang, kebajikan dan nilai-nilai Dharma akan ditemuinya dan kesengsaraan dirinya akan hilang.
              Tirta Empul itu sebenarnya menurut Purana Tatwa adalah hasil karya Hyang Indra, telah dikenal luas sejak jaman dahulu setelah jaman Kretayuga, kemudian Tretayuga berlalu diganti dengan Dwaparayuga, juga telah lewat sangat lama dan tidak bisa dihitung lamanya, sekarang tiba saatnya jaman Kaliyuga, ketika pikiran manusia di dunia tidak teratur {Wirama 14:2}

Cerita Bhima Swarga.

Alkisah, Dewi Kunti bermimpi didatangi atma Pandu dan Dewi Madri, Mereka minta tolong agar dibebaskan dari siksa api neraka. Kunti menyampaikan mimpi itu kepada anak-anaknya, dan diputuskan agar Bhima menyambangi ke Swarga loka. Purnama, dalam suatu prosesi yang hening, perjalanan Bhima Swarga dimulai. Bhima diiringi dua abdinya Merdah dan Tualen melesat ke langit. Di angkasa, setelah melalui marga sanga di sanalah Swarga Loka berada, di bumi antah karana, di bumi yang menyebabkan sebab segala sebab.  Dari sembilan jalan di persimpangan tersebut ada empat jalan yang benar-benar menuju swarga loka. Sampai di tegal penangsaran tempat para roh menunggu giliran menghadap Bhatara Yama untuk menentukan apakah sang roh harus masuk surga atau ke neraka. Dalam penantian itu, para roh menerima hukuman sesuai karma-nya. Ada yang disebut atma lara , atma drwaka , atma sangsaya , atma babotoh  dan sebagainya. inilah perjalan spiritual Bhima yang memberikan pengalaman bathin tentang pelaksanaan sangksi bagi para atma sesuai perbuatan yang dilakukan saat menghuni raga manusia di mayapada. Pertama-tama mereka melihat Bhuta Tog Tog Sil Babutan  dengan wujud mata besar menghakimi atma tattwa dan atma curiga.
                Di sebelahnya, Bhuta Naya bersama Bhuta Celeng, babutan berbentuk babi menghukum atma yang sewaktu di mercapada berprilaku buruk, jahat. Tidak jauh dari itu, tampak Bhuta Abang babutan yang berwujud raksasa berkulit merah menyala sedang menggotong Atma Lengit, atma yang semasa hidupnya malas bekerja akan dicemplungkan ke bejana dengan air mendidih yang disebut Kawah Gomuka. Di sebelah kanannya dari bejana itu, tampak Sang Bhuta Ireng, babutan berwujud raksana berkulit hitam bersama Sang Bhuta Prungut. babutan yang bertubuh besar, berkulit hitam dan berwajah angker menggotong atma corah, atma yang semasa hidupnya senantiasa berperilaku buruk untuk dicemplungkan ke kawah gomuka. Sementara itu, Bhuta Ode Ode babutan yang bertubuh gemuk dengan kepala plontos meniup api di bawah jambangan kawah sehingga airnya terus mendidih. Tidak jauh dari kawah gomuka, Sang Suratma dengan wujud raksasa yang penuh wibawa, penguasa para atman sedang menghukum Atmaning Usada, karena dulu dukun yang menguasai ilmu pengobatan yang dahulu pernah lalai menyembuhkan orang sakit melakukan mal praktek, dan selalu meminta imbalan yang tinggi kepada orang yang diobatinya.
         Di sebelahnya Sang Bhuta Wirosa yang berwujud raksasa maha sakti sedang menghukum Atma Mamaling nasi, ini terjadi karena saat di mercapada ia suka mencuri makanan. Karena itu sebaiknya jangan sekali kali mencuri nasi, seberapapun lapar dirasakan. Beberapa depa dari tempat itu, Sang Bhuta Wingkara yang bengis bernama bhuta lilipan yang berwujud aneh, memiliki belalai seperti gajah dan tubuhnya seperti tubuh Singa, mulutnya penuh bisa seperti ular sedang menyiksa Atmaning Wong Aboros,  atma yang suka berburu membunuh binatang yang tidak patut dibunuh. Di sebelahnya lagi, tampak Sang Bhuta Mandar dan Sang Bhuta Mandir dua raksasa bengis saudara kembar sedang menggergaji kepala Atma Wong Alpaka guru, atma yang tidak melakukan kewajiban sebagai putra yang baik karena melalaikan kedua orang tuanya, melalaikan kewajibannya. Merdah dan Tualen miris hatinya teringat akan kewajibannya kepada orang tua yang belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Mereka terkejut karena setelah beranjak sedikit saja dari tempat yang satu, dia menemukan kembali Sang Jogor Manik di tempat lain sedang mengadili dua atma yang satu Atma Kedi dan yang satu lagi Atma Keliru, yang satu laki-laki seperti perempuan, yang satu lagi perempuan seperti laki-laki. Tidak jauh dari situ, mereka melihat Sang Jogor Manik sedang menghukum Atma Angadol Prasasti atau atma yang menjual prasasti.
        Sedangkan di sebelah Bhuta Tog Tog Sil yang matanya besar sedang menyiksa Atma Angadol Prasasti yang lainnya. Berdekatan dari tempat itu, banyak atma yang disebut Atma Tan Pasantana, atma yang tidak memiliki keturunan digantung di pohon bambu. Sementara itu, Atma Nora Metatah atma yang belum melaksanakan upacara potong gigi sambil menggigit pohon bambu disiksa oleh Bhuta Brungut yang menyeramkan sedang menghunus pedang. Beranjak selangkah dari tempat itu, lagi-lagi ditemukan Sang Jogor Manik sedang berhadapan dengan Atma Anti Krama, atma yang semasa hidupnya sangat ramah tamah dan tidak membanding-bandingkan tamu yang datang kepadanya.
Di sebelahnya, Atma Angrawun yang semasa hidupnya meracuni banyak orang sedang diberi makan medang  oleh Bhuta Ramya yang suaranya gemuruh. Sedangkan berdekatan dengan itu, Sang Bhuta Edan yang suka mengamuk sedang menyiksa Atmaning Wong Andesti, atma yang semasa hidupnya menggunakan ilmu hitam untuk menyakiti orang lain.
            Di sebelahnya lagi, Atma Wong Bengkung yang tidak mau menyusui bayinya sedang disiksa dengan mematukkan ular tanah pada puting susunya oleh Bhuta Preta yang menjerit-jerit memekakkan telinga. Di tempat itu pula, Bhuta Jangitan yang menyeramkan sedang menyiksa Atma Pande Corah, atma ahli membuat senjata mungkin bom yang untuk menghancurkan orang lain. Selain itu, ada lagi Kawah Gomuka dengan air mendidih berisi atma yang direbus karena kesalahannya pada waktu menjelma menjadi manusia, sebagai koruptor, suka memfitnah, maling, madat, narkoba... Tampaknya di neraka yang luas ini, tidak terhitung jumlah Kawah Gomuka bertebaran di mana-mana. Demikian pula, begitu banyak atma yang bersalah pada masa lalu dihukum sesuai tingkat kesalahannya. Atma Jalir, baik laki-laki maupun perempuan yang semasa hidupnya suka berselingkuh, disiksa oleh Bhuta Lendi maupun Bhuta Lende dengan membakar kemaluannya. Dijumpai pula Sang Jogor Manik yang seram dan menakutkan sedang menguji Sang Atma Putus, yaitu atma yang dalam kehidupannya di dunia tiada tercela, selalu berbuat baik dan pandai. Tiada berapa lama kemudian, Sang Atma Putus diijinkan memasuki surga. Sesaat setelah menyaksikan penghukuman para atma sesuai kesalahannya, Bhima menemukan Kawah Gomuka. Secepat kilat Bhima membalikkan kawah untuk menyelamatkan atma Pandu dan Dewi Madri. Selanjutnya mencari tirta amerta untuk membebaskan dosa yang membelenggu kedua orang tuanya. Setelah diperciki tirta amerta, Pandu dan Madri berhasil memperoleh kebahagiaan abadi di sorga.(Sumber rareangon.blogspot.com)



Kemuliaan Nama Rama. Bag.3

Mengapa orang tidak boleh memburu dan memakan tupai? Kisah ini ada dalam kisah Ramayana bagian Sundara Kanda. Tatkala Sri Rama membangun jembatan dari semenanjung India selatan ke Lanka, banyak mahluk melakukan pelayanan bhakti dengan ikut membangun jembatan. Para Wanara yang amat kuat memecah gunung dan membawa bebatuan besar. Sisa-sisa para peradaban Wanara ini kita kenal dengan istilah Hominid dalam ilmu Paleontologi. Selain para Wanara, ada pula para kepiting yang ikut mengangkat pasir dengan capit mereka. ada pula bangsa tupai yang hanya mampu membawa serpihan batu kecil. Tatkala tupai-tupai tersebut ikut bergotong royong melakukan pelayanan bhakti kepada Sri Rama, para Wanara malah ingin mengusir mereka karena tubuh mereka yang kecil dan suka melompat itu terkadang menghalangi jalan. "Sebaiknya kalian berhenti" ujar salah seorang Wanara.
       
 "Mana mungkin kalian bisa membangun jembatan dengan serpihan batu-batu kecil yang hanya muat di mulut kalian itu?" Para tupai merasa sedih karena tidak diberikan kesempatan ikut membangun jembatan rohani itu. Kesedihan tupai-tupai tersebut diketahui oleh Sri Rama. Beliau bersabda " Wahai Wanara yang perkasa, apakah kalian berpikir bisa membangun jembatan ini tanpa restuku? Sesungguhnya aku dapat membangun jembatan ini hanya dengan memikirkannya saja. Aku sengaja melibatkan kalian semua agar kalian mendapat kesempatan berbhakti kepadaku. Dengan demikian, kalian disucikan. Karena itu janganlah sombong. Semua kehebatan dan kemampuan kalian sesungguhnya adalah karena karuniaku. Para Wanara kemudian menyesali kesombongan mereka. Untuk menghormati usaha dan pengabdian para tupai, Sri Rama menyentuh punggung mereka. Sejak saat itu, punggung tupai memiliki motif bulu yang berbeda. Bulu tersebut adalah bekas sentuhan Sri Rama yang membekas hingga keturunan-keturunan mereka.
       
Karena itu, tupai adalah binatang yang diberkati sejak jaman Tretayuga. Menurut kepercayaan masyarakat Bali, jenis binatang yang diberkati tersebut dikenal dengan istilah Due atau ancangan. Dan tidak boleh diusik, diburu, atau ditangkap. Tulisan ini dikutip dari kitab suci Weda Ramayana. 

Kenapa Bhisma Diam Saat Drupadi Dilucuti?

Kenapa Bhisma, Drona, dan Widura hanya berdiam diri dan jadi penonton saja melihat Drupadi dilucuti? Tanya Yan Bulex di grup Fb Hindu beberapa bulan yang lalu. Pertanyaan ini muncul bertepatan saat ditayangkannya serial Mahabharata di Anteve yang mengisahkan tentang Drupadi dilucuti oleh Dursasana karena kalah bermain dadu. Menanggapi pertanyaan Yan Bulex, Bhisma diam saat Drupadi dilucuti mungkin beliau terikat sumpah setia pada Hastinapura yang mana sumpah itu sudah dinyatakan gugur oleh Khrisna karena tidak mebawa dampak baik bagi kehidupan semesta. Saya sangat salut pada kehebatan Rsi Wyasa sebagai penyusun cerita Mahabharata. Cerita tersebut tidak lekang dimakan jaman. Dan merupakan intisari kehidupan. Jika dipandang dari segi filsafat, realitas kehidupannya selalu sesuai jaman serta hitam putihnya selalu ada. Itulah gambaran dari cerita Mahabharata setiap karakter manusia dari jaman ke jaman akan sama. Tatkala orang yang berkuasa berulah, dimana orang yang sebenarnya menegakkan keadilan harus terdiam karena mereka dapat hidup dari sang penguasa.
       Bisma dan Drona meskipun sakti, mereka tetap tunduk pada penguasa kala itu. Dari Itihasa itu apa yang kita bisa ambil untuk kehidupan kita. Benarkah yang kita jumpai di dunia ini persis seperti Itihasa itu? Dalam Bhisma Parwa sudah dijelaskan bahwa itu karena pengaruh makanan yang dia makan berasal dari kaum Korawa. Karena itulah sebelum Bhisma meninggal, Bhisma butuh air Pangentas dari panah Arjuna untuk membersihkan tubuhnya. Kisah Mahabharata itu merupakan gambaran kita untuk bertindak ke depannya. Mana yang baik dan mana yang kurang baik. Itulah sebabnya manusia diberikan Sabda, Bayu, dan Idep. Kita harus bisa memfilter semua perkataan atau perbuatan mana yang baik dan mana yang kurang baik. Agar bisa menentukan sikap atau memilih jalan mana yang akan kita lalui.
       Andai saja sedari awal Yudistira melibatkan Khrisna dalam permainan dadu itu, pasti beda Endingnya. Atau di saat-saat kritis itu Yudistira memanggil Khrisna, padahal Khrisna ada di depan gerbang istana. Ini juga bermakna tuhan tidak akan hadir ketika tidak kita panggil. Cerita Mahabharata bisa kita pakai refrensi dalam kehidupan sepanjang masa. Beginilah keadaan sebenarnya dalam dunia kehidupan. Intinya Khrisna sudah tahu apa yang akan terjadi semuanya tapi membiarkan semuanya terjadi dan dengan kekuatannya hanya mengurangi rasa malu dengan tidak bisa membuka kain Drupadi. Artinya secara logika Khrisna tahu apa yang akan terjadi. Dalam cerita itu seolah-olah sebagai bahan untuk bisa melakukan perubahan dan terjadilah perang Bharata.
           Itulah yang disebut Khrisna bahwa setiap janji, setiap sumpah, dan setiap tradisi harus diingkari. Dilanggar bila ada ketidakbenaran ataupun ketidakadilan. Bhisma, Drona, dan Widura terikat oleh janji yang dibuat Drestarata. Nanti pada saat akan terjadi perang, Khrisna akan mengungkap semuanya. Orang sehebat apaun akan tidak berdaya jikalau takdir pemusnahan di depan mata. Hanya tuhan yang tahu jawabannya. Pesan sejatinya adalah apa yang akan terjadi di depan tidak satu pun dari kita yang tahu. Itulah rahasia alam. Kalau beliau tahu akan terjadi hal yang sulit, mungkin beliau tidak akan bersumpah. Pelajaran postifnya untuk kita semua adalah bagaimana pentingnya menjaga komitmen dan menghormati pemimpin. Apakah dia tidak bisa menghancurkan semua? Pasti dia bisa. Tapi sekali lagi, walaupun itu kurang tepat, beliau memberi contoh yang sangat positif untuk kita berlaku dalam kehidupan.
            Bhisma, Drona, Widura, semua menahan diri dan tidak ingin menyikapi dengan emosi walaupun sudah terlihat salah. Tidak etis dan tidak pantas menyalahi norma kepatutan. Karena kalau mereka ikut terlibat, filsafat arti sebuah penyerahan diri terhadap tuhan tidak termunculkan. Drupadi sudah kelelahan dan tidak berdaya maka ia menyerahkan segalanya. Drupadi berkata " Bila sudah kehendak tuhan maka hamba pasrah, oh, Khrisna" Seraya melepaskan pegangan di kain penutup badannya dan seraya mengangkat tangannya sebagai pertanda kepasrahan. Saat kepasarahan itulah Khrisna turun menolong. Kalau sudah proses karma sedang berlangsung, jangankan Bhisma dan Drona, tuhan pun tidak akan menolong karena dengan proses itulah Drupadi sedang membayar karma buruknya di masa lalu. Dan karena pernah melakukan kebaikan kepada Khrisna di masa lalu, maka ditolonglah Drupadi oleh Khrisna. Hal itu harus terjadi dan karma tidak boleh diam. Kalau diam dunia akan hancur berkeping-keping.

Kontroversi Tentang Ganesha Di Pintu Gerbang.

Apakah patung Ganesha pantas diletakkan di pintu masuk atau Aling-Aling rumah? Dalam koran Bali Expres Denpasar tertanggal 19 November 2017 menjelaskan bahwa Proses umat hindu di Bali menjalankan kepercayaan, seperti ada hal “baru”. Bahkan seperti menjadi tren, yaitu pemujaan Ganesha, dengan memasang patung ganesha di pintu masuk atau aling – aling rumah. Namun ada semacam kontroversi. Cocokkah Ganesha di pintu gerbang? hal itu tidak layak. Karena Dewa Ganesha sebagai manifestasi Dewa Siwa. Baginya tempat yang layak adalah di utamaning Mandala (areal utama) dari pekarangan yaitu Merajan. “Karena manifestasi dari Siwa, posisinya di utamaning mandala posisinya di sebelah pelinggih penglurah,”  pemasangan Ganesha di pintu masuk rumah tidak terlepas dari tren, yang sedang berkembang.  Sehingga budaya pemasangan patung Ganesha di pintu masuk rumah dengan cepat diadopsi oleh masyarakat Bali secara umum.

Upacara Rsi Gana sesungguhnya adalah sebuah upacara yang didedikasikan atau dilakukan untuk memuja Dewa Ganesha, serta memberikan persembahan berupa caru kepada rancangan Dewa Ganesha. “Sehingga tidak mengganggu, dan bisa memberikan kedamaian kepada keluarga sang pelaksana upacara Rsi Gana tersebut, Jadi, dalam konteks agama yang dikenal saat ini, setiap rumah tangga di Bali diwajibkan untuk melakukan pemujaan kepada Dewa Ganesha, minimal sekali dalam kurun waktu tertentu. Hal ini tidak terlepas dari Filosofi Dewa Ganesha yang dalam keyakinan sebagian besar masyarakat Hindu melambangkan kebijaksanaan, maupun kecerdasan sehingga mampu membedakan salah benar untuk mencapai kesempurnaan dalam hidupnya.

Dewa Ganesha dilambangkan dengan bentuk manusia yang memiliki kepala gajah. “Selain bernama Ganesha, dewa ini juga disebut dengan Ganapati atau Winayaka, Sebagai manifestasi Dewa Siwa yakni dewa utama dalam Mitologi Hindu, maka Ganesha adalah dewa yang memiliki sifat suci. Sehingga untuk patung Ganesha ini, tidak layak ditempatkan di aling-aling rumah sebagai penjaga rumah, melainkan di utamaning mandala. tidak layak ditempatkan di aling – aling rumah. Namun di merajan atau sanggah,” Jika ditempatkan di luar areal utamaning mandala, maka fungsi patung Ganesha sebaiknya hanya digunakan sebagai pelengkap dekorasi saja. Sehingga patung ganesha yang dipasang di pekarangan rumah tidak diupacarai dan fungsi patung ganesha tersebut bukan sebagai tempat pemujaan, hanya dekorasi atau hiasan,” 

Pemasangan patung ganesha di aling-aling rumah tidak tepat. Terlepas dari peran Dewa Ganesha yang dalam mitologi Hindu disebutkan jika Dewa Ganesha memiliki peran yang sangat penting bagi ketenteraman surga sebagai istana para dewa. “Ini karena fungsi para dewa adalah sebagai penjaga ketentramanan Surga,” 

Karena hal itulah, maka penempatan Dewa Ganesha tidak sepantasnya di aling-aling rumah. Selain rumah tersebut bukan surga, aling-aling rumah atau pintu masuk rumah bukanlah kawasan Suci. Karena aling-aling rumah sangat rentan terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif, baik itu secara sekala dan niskala. Terkait penempatan patung Ganesha ini,  jika umat Hindu ingin melakukan pemujaan terhadap Dewa Ganesha dengan cara memasang patung Ganesha, harus ditempatkan di tempat yang suci yakni di area merajan tepatnya berdampingan dengan pelinggih angglurah yang berada di bucu kaja kauh (sisi barat laut).

Ketentuan ini  diatur dalam lontar Ganapati, dimana dalam lontar tersebut disebutkan jika penempatan patung Ganesha di dalam rumah harus berada di areal utamaning mandala dan menjaga dari sisi barat laut. “Sehingga jika umat ingin memuja Dewa Ganesha, hendaknya patungnya ditempatkan pada sisi Barat Laut, dan patung itu bisa difungsikan sebagai sarana pemujaan, sehingga bisa dilakukan ritual penyucian atau Pasupati.




Lahirnya Dewa Ganesha.

Meski Ganesa terkenal sebagai putra dari Siwa dan Parwati, mitos-mitos dalam Purana memiliki ketidakpastian mengenai kelahirannya. Dia bisa saja diciptakan oleh Siwa, atau oleh Parwati, atau oleh Siwa dan Parwati, atau muncul secara misterius dan ditemukan oleh Siwa dan Parwati. Terdapat berbagai versi mengenai kelahiran Ganesa, namun kisah yang paling terkenal berasal dari kitab Siwa Purana. Dalam kitab Siwa Purana dikisahkan, suatu ketika Parwati ingin mandi. Karena tidak ingin diganggu, ia menciptakan seorang anak laki-laki. Ia berpesan agar anak tersebut tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumahnya selagi Dewi Parwati mandi dan hanya boleh melaksanakan perintah Dewi Parwati saja. Perintah itu dilaksanakan sang anak dengan baik.

Alkisah ketika Dewa Siwa hendak masuk ke rumahnya, ia tidak dapat masuk karena dihadang oleh anak kecil yang menjaga rumahnya. Bocah tersebut melarangnya karena ia ingin melaksanakan perintah Parwati dengan baik. Siwa menjelaskan bahwa ia suami Parwati dan rumah yang dijaga si bocah adalah rumahnya juga. Namun sang bocah tidak mau mendengarkan perintah Siwa, sesuai dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar perintah siapapun. Akhirnya Siwa kehabisan kesabarannya dan bertarung dengan anaknya sendiri. Pertarungan amat sengit sampai akhirnya Siwa menggunakan Trisula dan memenggal kepala si bocah. Ketika Parwati selesai mandi, ia mendapati putranya sudah tak bernyawa. Ia marah kepada suaminya dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali. Siwa sadar akan perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya.

Atas saran Brahma, Siwa mengutus abdinya, yaitu para gana, untuk memenggal kepala makhluk apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke dunia, gana mendapati seekor gajah sedang menghadap utara. Kepala gajah itu pun dipenggal untuk mengganti kepala Ganesa. Akhirnya Ganesa dihidupkan kembali oleh Dewa Siwa dan sejak itu diberi gelar Dewa Keselamatan.
  
Ganesha sebagai dewa yang berwajah gajah memiliki makna filosofi yang mendalam. Gajah dianggap sebagai hewan yang memiliki intelegensi tinggi dibandingkan hewan lainnya. Tubuhnya yang besar melambangkan sebagai tempat berlindung dan kekuatannya mampu dijadikan andalan bagi yang meminta perlindungannya. Kakinya yang besar, mampu membuka jalan yang tertutup semak-semak. Oleh karena itu, Ganesha dijadikan dewa penghalang marabahaya atau rintangan , sehingga Ganesha juga disebut sebagai penghalau rintangan dan marabahaya.
           Sebagai Dewa Ilmu Pengetahuan, Ganesha digambarkan membawa mangkuk yang berisi ilmu pengetahuan. Belalainya selalu masuk ke dalam mangkuk tersebut untuk menghirup ilmu yang seakan-akan tidak ada habisnya. Berdasarkan konsep keagamaan, Ganesha memiliki kekuatan atau sakti yang diwujudkan dalam bentuk kecerdasan atau buddhi, sehingga Ganesha juga disebut sebagai “buddhipriya” atau suami dari kecerdasan. Masyarakat pemuja Ganesha yang ingin anaknya memiliki kecerdasan atau seorang siswa yang ingin mendapat berkah, selalu memuja Ganesha. Mengingat kedudukannya sebagai dewa ilmu pengetahuan, maka beberapa institusi pendidikan menjadikan Ganesha sebagai lambangnya.
              Saat ini kita sering melihat rumah yang di dalam pekarangannya itu terdapat patung Dewa Ganesha menghadap keluar dari pintu gerbang dari sebuah rumah. Patung yang ada di rumah itu sudah pasti patung Ganesha yang sudah diupacarai secara Hindu oleh orang yang menaruh patung Dewa Ganesha itu dirumahnya. Tidak sembarangan bisa menaruh patung Dewa Ganesha di pekarangan rumah, karena patung ini seperti layaknya sanggah bagi umat Hindu, jika sudah didirikan maka harus di upacarai dan juga diberikan sesajen atau dipuja  setiap hari layaknya sanggah yang kita punya di rumah. Jika menaruh patung Dewa Ganesha pada pekarangan rumah namun tidak diupacarai tapi selalu dihaturkan banten setiap hari, maka patung itu bukan lagi sebagai Dewa Ganesha malahan patung itu akan menjadi tempatnya para Butha Kala. Oleh sebab itu kita harus tahu penempatan patung Dewa Ganesha itu hanya untuk patung pajangan atau memang untuk dipuja setiap hari.
        Dewa Ganesha atau sering juga disebut dengan Ganapati atau Winayaka ini merupakan Dewa yang perwujudannya campuran antara hewan gajah dan manusia. Seperti diketahui kalau Ganesha ini merupakan Dewa yang memiliki kepala gajah dan bertubuh manusia. Dewa Ganesha ini merupakan putra dari Dewa Siwa dan Ibunya adalah Dewi Parwati yang merupakan bentuk lain dari Dewi Durga. Dewa Ganesha ini sangat disayang oleh Ibunya, oleh sebab itu Dewa Ganesha ini selalu dimanja oleh Ibunya. Seperti kita ketahui kalau Dewa Ganesha itu memiliki tubuh yang gemuk dan dengan kepala gajah, nah meskipun demikian sebenarnya ada beberapa filosofi yang bsai kita petik dari bentuk Dewa Ganesha yang gendut itu. Nah berikut adalah beberapa filosofi yang ada pada Dewa Ganesha.
          Kepala besar melambangkan kita sebagai manusia seharusnya lebih banyak menggunakan akal daripada fisik dalam memecahkan masalah. Mata yang sipit berarti konsentrasi. Pikiran harus diarahkan ke hal-hal positif untuk memperbaiki daya nalar dan pengetahuan. Dua telinga besar yang mengajarkan supaya kita mendengarkan orang lain lebih banyak. Kita selalu mendengar, tetapi jarang sekali kita mendengarkan orang lain dengan baik: “Dengarkan ucapan-ucapan yang membersihkan jiwa dan seraplah pengetahuan dengan telingamu.” Satu gading yang patah untuk menggurat Kitab Suci di atas daun tal. Satu gading berarti kesatuan. Simbol ini menyarankan manusia hendaknya bersatu untuk satu tujuan mulia & suci.
               Memiliki mulut yang kecil dan hampir tidak kelihatan karena tertutup belalainya yang dengan rakus ”menghirup rasa” manisan susu ilmu di tangannya. Mulut yang kecil itu mengajarkan agar kita mengontrol gerak mulut dan lidah. Maksudnya adalah bahwa kita harus mengurangi pembicaraan yang tidak-tidak. Sementara belalai yang menjulur melambangkan efisiensi dan adaptasi yang tinggi. Beralih ke badan Ganesha yang besar, hal pertama yang kita lihat pastilah perutnya, karena perut itu memang buncit. Ganesha memang selalu dimanja oleh ibu Parvati, istri Siva sebagai anak kesayangan. Perut buncit melambangkan keseimbangan dalam menerima baik-buruknya gejolak dunia. Dunia diliputi oleh sesuatu yang berpasangan, yakni pasangan dua hal yang bertolak belakang. Ada senang, ada pula sedih. Ada siang, ada pula malam. Ada wajah suram kesedihan di balik tawa riang kita. Dan sebaliknya, ada keriangan dan semangat dibalik kesenduan kita. Itulah hidup, dan kita harus menyadarinya.
        Tangan kanan depan bersikap abhaya hasta (memberi berkat) kepada pemuja, umat manusia. Selain itu Beliau juga memberkati dan melindunginya dari segala rintangan dalam usaha pencapaian Tuhan. Tangan kanan belakang memegang kapak, dengan kapak itu beliau memotong keterikatan para bhaktanya dari keterikatan duniawi. Tangan kiri belakang memegang tali dan dengan tali beliau menarik mereka untuk semakin dekat dengan kebenaran, kebajikan, dan cinta kasih serta intelektualitas, kemudian pada akhirnya beliau mengikatnya untuk mencapai tujuan umat tertinggi. Tangan kiri depan membawa modaka (manisan) dipegang oleh Dewa Ganesha perlambang pahala dari kebahagiaan yang beliau berikan kepada pemuja-Nya.
                 Terakhir, ada seekor tikus yang selalu berada di dekat Ganesha. Tikus, seperti sifat hewan aslinya, adalah hewan yang penuh nafsu menggigit. Hewan pengerat ini memakan apa saja untuk memenuhi hasrat perutnya. Demikianlah tikus dijadikan lambang nafsu dalam figur Ganesha. Lalu mengapa tikus itu menjadi tunggangan Ganesha yang berbadan berat & tinggi ini? Jawabannya sangat sederhana, tikus yang diibaratkan sebagai nafsu harus ditundukkan. Kita harus bisa menjadikan nafsu sebagai kendaraan sehingga kita dapat mengendalikan nafsu. Namun saat ini justru sebaliknya banyak manusia kini menjadi kendaraan dari nafsunya sendiri. Banyak dari mereka yang tidak bisa mengendalikan nafsunya sendiri sehingga mereka terkadang dibuat susah oleh nafsunya sendiri. Nah itulah sedikit penjelasan dari filosofi Dewa Ganesha, semoga bermanfaat dalam kehidupan ini. Jadi kesimpulnnya adalah, jika sudah berani melinggihkan patung Dewa Ganesha di pekarangan rumah dan juga sudah diupacari, maka kita sudah pasti harus bisa mengendalikan segala bentuk keterikatan kita dari keduniawian dan selalu berjalan pada jalan yang benar dengan selalu berbuat baik dan pastinya tidak merugikan diri sendiri dan juga orang lain dan bisa mendapat pahala yang baik dari setiap persembahan yang kita lalukan.

Selasa, 11 April 2023

Sosok Hanoman.

Sosok Hanoman sangat familiar di kalangan masyarakat Hindu seperti di India, Jawa, Bali, Tiongkok, Roma, dan banyak lagi negara-negara lain yang mengagumi sosok Hanoman. Bahkan baru-baru ini, di Amerika Selatan tepatnya di Honduras ditemukan reruntuhan bekas kota kuno yang disebut The Lost City Of The Monkey God. Pada reruntuhan tersebut juga ditemukan arca sosok dewa berwujud manusia kera memegang gada. Bagaimana ceritanya, kok bisa sampai Hanoman juga dipuja di Amerika Selatan pada jaman dahulu? Padahal Amerika sangat jauh dengan benua Asia. Apakah sosok Hanoman dalam kisah Ramayana adalah tokoh sejarah atau hanyalah dongeng belaka? Atau pula hanyalah sebuah topeng kera untuk mudah membedakan antara pasukan kera dengan pasukan Rahwana.
            Untuk mengetahui jawabannya, silakan simak ulasan berikut ini. Jaman Ramayana diperkirakan sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu. Tepatnya pada sektar tahun 500 sebelum Masehi. Bagaimana sosok Hanoman bisa dikenal di negara Amerika yang begitu jauh dengan benua Asia? Tokoh Hanoman dalam cerita Ramayana memiliki kekuatan dan kesaktian yang sangat komplit. Tentu saja Hanoman menganggap perkara mudah soal terbang ke benua Amerika pada saat itu. Jangankan ke Amerika, ke sorga pun bahkan ke Patala maupun ke planet matahari, Hanoman bisa menempuhnya. Saking begitu familiarnya dengan sosok Hanoman, seorang penyair dari Tiongkok kuno juga ikut terinspirasi untuk membuat tokoh Sun Go Kong dalam cerita kera sakti. Selain sosok Hanoman, tokoh-tokoh lain dalam cerita Ramayana juga ikut dijadikan nama kota dan nama benda peninggalan bersejarah. Seperti misalnya kota Roma, konon diambil dari nama tokoh Rama. Ada juga istilah penduduk Lava yang konon diambil dari nama salah satu putra kembar Rama yaitu Lawa. Tokoh-tokoh Ramayana juga dijadikan nama benda peninggalan bersejarah seperti jembatan Rama yang membentang di selat Park yang menghubungkan antara India dengan Srilangka.
          Mengenai pendapat tentang Hanoman itu hanyalah topeng kera belaka agar dapat membedakan pasukan musuh Rahwana, saya akan  meluruskan pendapat tersebut. Saya mau mengambil contoh lain. Yaitu tentang gajah bergading empat yang termuat dalam Itihasa Ramayana mampu menjawab bahwa di era yang sama, manusia kera memang ada. Apakah fosil kera yang ditemukan saat ini karena topeng? Coba dibuka kembali sloka Kiskinda Kanda 37. Disana sudah jelas apakah itu topeng seperti pendapat beberapa ahli yang merasa malu. Hindu mengenal manusia kera di kitab Itihasa sehingga disebut dongeng ketika itu. Semua itu adalah anomali pada kisah sejarah Itihasa yang sulit kita bayangkan pada jaman sekarang. Dimana dua juta tahun yang lalu keberadaan homo Sapiens dan primata manusia kera sempat hidup pada jaman yang sama. Jaman dahulu Homo Sapiens diperkirakan ada 7000 tahun yang lalu. Kemudian diupdate ke 100.000 tahun lalu. Kemudian diupdate lagi ke 200.000 tahun lalu di tahun 2000. Kini update lagi ke 500.000 tahun lalu dengan ditemukan bukti rahang bawah di tahun 2015. Tata surya kita saja sudah update oleh Science dengan mengeluarkan Pluto dari sistem Planetary yang mengitari matahari. Science akan terus terupdate. Sedangkan apa yang tertulis pada Itihasa akan tetap sama. Maka bisa jadi kelak Science akan sampai kepada fakta yang sama dengan Itihasa.
          Di India, Hanoman dipuja sebagai dewa pelindung makanya umat disana membuat kuil khusus untuk memuja Hanoman. Di Bali juga mengenal sosok Hanoman yang berupa Wanara. Hanoman dalam pandangan Hindu di Bali adalah sosok dewa yang memiliki bahu perkasa. Hanoman memiliki banyak nama diantaranya Bajrang Bali. Kenapa dinamakan Bajrang Bali? Karena Hanoman memiliki keteladanan tinggi mengenai kesetiaan dan bakti yang tulus. Ia juga disebut Maruti, Bayu Putra, Anjani Putra karena ia adalah putra dari Bhatara Bayu dan Dewi Anjani. Disebut juga Suwiyuswa karena ia memiliki umur panjang yang hidup pada jaman Ramayana sampai Mahabharata. Juga bergelar Rsi Mayangkara saat ia bertapa di pertapaan Kendalisada. Sementara dalam kisah pewayangan di Bali, Hanoman memiliki putra yang bernama Watugangga. Hanoman dikisahkan gugur akibat terkena pukulan gada jelmaan Dewi Durga saat berperang melawan Kaladewa. Karakter Hanoman dalam kisah pewayangan adalah pemberani, memiliki sopan santun, tahu harga diri, setia, prajurit ulung, waspada, pandai berlagu, rendah hati, dan teguh dalam pendirian. 


Senin, 10 April 2023

Jayabaya

Siapa sebenarnya raja Jayabaya itu? Apa saja yang pernah dilakukan di masa beliau menjadi pemimpin? Apakah ada pengaruhnya bagi umat Hindu? Dan apakah ramalan Jayabaya sudah terbukti di jaman sekarang? Untuk mengetahui profil Jayabaya, silahkan simak ulasan berikut ini.
             Maharaja Jayabaya adalah raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Gelar beliau adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabaya Sri Warmeswara Madusudana Awataranindita Sutrisinga Parakrama Utungadewa. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang 1135, prasasti Talan 1136 dan prasasti Jepun 1144 serta Kekawin Baratayuda 1157. Pada prasasti Hantang atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayanti yang artinya Kediri menang. Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Jenggala dan mempersatukannya dengan Kediri. Kekawin Baratayuda yang digubah oleh Mpu Sedah dan Panuluh pada tahun 1157 adalah Kekawin untuk kemenangan Jayabaya atas Janggala. Jayabaya menurut tradisi Jawa yang tersurat dalam naskah Babad Tanah Jawi dan serat Aji Pamansa. Dalam Babad tersebut dikisahkan Jayabaya adalah titisan Wisnu, negaranya bernama Widarba yang beribu kota di Mamenang. Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara. Jayabaya turun tahta pada usia tua. Beliau dikisahkan moksa di desa Menang kecamatan Pagu Kediri. Beberapa naskah yang berisi ramalan Jayabaya antara lain Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya dan lain sebagainya. Tokoh pujangga besar yang juga ahli ramalan dari Surakarta bernama Ranggawarsita sering disebut sebagai penulis naskah ramalan Jayabaya.
          Apakah ramalan Jayabaya sudah terbukti di jaman sekarang? Dalam catatan media, Jayabaya telah memprediksi nama-nama orang nomer satu di Indonesia sejak lama yaitu Indonesia dipimpin Notonodo. Sejak merdeka, negara dipimpin oleh Soekarno, dilanjutkan dengan Soeharto hingga Susilo Bambang Yudoyono dan kini Joko Widodo. Jika disingkat namanya membentuk Notonodo. Selain itu, Jayabaya juga meramalkan akan ada banyak pejabat yang korupsi, banyak orang yang dapat kekayaan tidak wajar, kehidupan peradaban akan berubah, dan muda-mudi melanggar norma.