Minggu, 19 Maret 2023

Gugurnya Subali.

Sebelum menjadi manusia kera, Subali adalah seorang ksatrya yang bernama Guwarsi dan memiliki saudara kembar yang bernama Guwarsa atau Sugriwa. Ia juga memiliki saudara perempuan yang bernama Dewi Anjani. Ayahnya bernama Rsi Gotama, sedangkan ibunya bernama Dewi Windradi. Bagimana kisahnya sehingga Subali dan Sugriwa berubah menjadi manusia kera? Ceritanya berawal dari rebutan pusaka yang bernama Cupu Manik Astagina yang dimiliki oleh Dewi Windradi, ibunya. Apa itu Cupu Manik Astagina? Cupu Manik Astagina adalah pusaka milik Dewi Windradi pemberian dari Bhatara Surya. Sebelum menyerahkan pusaka tersebut, Bhatara Surya berpesan pada Dewi Windradi agar pusaka itu tidak diperlihatkan ataupun diserahkan pada orang lain meskipun pada putrinya sendiri. Apabila pesan itu dilanggar, maka akan terjadi mala petaka dalam keluarganya. Keajaiban Cupu Manik Astagina adalah bisa melihat alam sorga serta seluruh kehidupan semua mahluk di jagat raya. Selain itu, Cupu Manik Astagina dapat memenuhi semua permintaan.
              

Tapi apa daya, rupanya Dewi Windradi melanggar pesan Bhatara Surya. Dewi Windradi saking cintanya terhadap Dewi Anjani, putrinya, maka Dewi Windradi memberikan Cupu Manik Astagina tersebut. Akhirnya Guwarsi merasa iri karena ibunya berlaku tidak adil kepada anak-anaknya. Kejadian tersebut diketahui oleh Rsi Gotama dan bertanya kepada Dewi Windradi darimana mendapatkan benda tersebut? Karena merasa ketakutan akhirnya Dewi Windradi mengatakan dengan sejujurnya bahwa ia memiliki hubungan gelap dengan Bhatara Surya hingga dianugrahi Cupu Manik Astagina. Mendengar pengakuna tersebut, akhirnya Rsi Gotama marah dan mengutuk Dewi Windradi menjadi patung batu.
           

Demi berlaku adil pada anak-anaknya, akhirnya Rsi Gotama melemparkan pusaka tersebut. Lalu apa yang terjadi? pusaka yang dilemparkan itu tiba-tiba berubah menjadi telaga. Ketiga anaknya mengira pusaka tersebut jatuh di telaga tersebut. Kemudian ketiga anaknya masuk ke telaga tersebut akhirnya Guwarsa dan Guwarsi berubah menjadi manusia kera. Guwarsa berubah menjadi Sugriwa dan Guwarsi berubah menjadi Subali. Sementara Dewi Anjani yang semula tangannya mulus tiba-tiba berubah tangannya menjadi berbulu. Itulah kisah tentang kenapa Subali menjadi manusia kera. Lalu bagaimana kisah tentang gugurnya Subali? Cerita itu berawal dari Dewi Tara putri dari Bhatara guru diculik oleh dua orang raksasa yang bernama Mahesasura dan Lembusura yang disembunyikan di Goa Kiskenda. Bhatara Guru kemudian meminta pertolongan Subali untuk mebunuh kedua raksasa tersebut. Jika berhasil membunuh kedua raksasa tersebut, maka Bhatara Guru akan menyerahkan Dewi Tara kepada Subali sebagai istri. Kemudian Subali bersedia memenuhi permintaan Bhatara Guru. Subali dan Sugriwa pergi ke Goa Kiskenda. Sebelumnya Subali menyelamatkan Dewi Tara dari genggaman raksasa Lembusura.  Kemudian Subali menyuruh Sugriwa untuk menjaga Dewi Tara di depan goa. Sebelum Subali masuk ke goa tersebut untuk bertarung dengan Mahesasura dan Lembusura, Subali berpesan kepada Sugriwa, jika mengalir darah putih berarti Subali yang mati dan Sugriwa harus menutup pintu goa dengan batu besar. Jika mengalir darah merah berarti kedua raksasa tersebut mati di tangan Subali.
      

Singkat cerita kemudian Sugriwa bingung karena yang mengalir dari goa tersebut adalah darah putih dan darah merah. Sugriwa mengira kakaknya yang mati sambil menangisi kematian kakaknya, Sugriwa menutup pintu goa tersebut dengan batu besar sesuai pesan kakaknya. Lalu Sugriwa pergi bersama Dewi Tara ke kahyangan untuk menemui Bhatara Guru serta menceritakan kejadian yang dialami di depan goa Kiskenda. Setelah menceritakan pengalamannya, Bhatara Guru menganugrahkan Dewi Tara kepada Sugriwa sebagai istri. Walaupun dengan perasaan berat, Sugriwa akhirnya menerima Dewi Tara sebagai istri karena yang merasa lebih berhak adalah Subali. Tetapi tanpa disangka, rupanya Subali masih hidup. Dan Subali berangkat ke kahyangan menemui Bhatara Guru sambil melaporkan semua kejadian yang sebenarnya pada Bhatara Guru. Namun Bhatara Guru tidak bisa berbuat sesuatu karena Dewi Tara sudah terlanjur diberikan kepada Sugriwa karena Subali sudah dikira mati. Meskipun demikian, Bhatara Guru tidak akan melupakan jasa Subali maka Subali diberikan kesaktian yang bernama Aji Pancasona yang mempunyai kekuatan hebat.
        

Hari berganti hari, kabar tentang Subali mendapatkan anugrah Aji Pancasona didengar oleh raja Alengka yang bernama Dasamuka. Karena tertarik dengan Aji Pancasona, Dasamuka pura-pura berguru pada Subali untuk mendapatkan ilmu Pancasona. Dasamuka memiliki niat buruk untuk membunuh Subali. Karena terbuai dengan kata-kata manis Dasamuka, akhirnya Subali mau menerima Dasamuka sebagai muridnya. Setiap hari Dasamuka sering menghasut Subali dan membuat cerita palsu bahwa Dewi Tara hidup menderita karena sering disiksa Sugriwa. Mendengar hasutan Dasamuka, Subali bergegas pergi ke Kiskenda untuk menghajar Sugriwa. Maka terjadilah pertarungan yang sangat hebat antara Sugriwa dan Subali. Karena Subali memiliki tenaga yang sangat kuat, akhirnya Subali berhasil mengalahkan Sugriwa. Dengan penuh amarah, tubuh Sugriwa ditendang kemudian dijepit di sebuah pohon kamal. Tak lama kemudian, saat Rama dan Laksamana dalam perjalanan mencari Sinta, Mereka melihat ada monyet besar terhimpit di pohon kamal. Sugriwa kemudian ditolong oleh Rama dan Laksamana. Akhirnya Sugriwa menceritakan kejadian yang sebenarnya. Sesuai perintah Rama, Sugriwa lalu pergi menantang Subali. Pertarungan yang hebat terjadi lagi anatara Sugriwa dan Subali. Namun Sugriwa kalah lagi. Rama bingung karena tidak bisa membedakan mana Sugriwa dan Subali saat mereka bertarung. Rama takut nanti salah tembak.

Sri Rama kebingungan mengambil tindakan untuk membunuh Subali, karena bentuk dan rupa Sugriwa sama sekali tidak ada bedanya kalaupun namanya berbeda, apalagi namanya sama. Kemudian Sugriwa bertanya kepada SRI RAMA, mengapa paduka hanya menonton kami berperang???. Padahal Paduka berjanji untuk membunuh Subali. Mengapa???. Sri Rama pun menjawab. Bagaimana Aku bisa membunuh Subali??? Kalo rupamu sama sekali tidak ada bedanya, Aku tidak mau salah bertindak. Sugriwa kembali bertanya kepada Sri Rama, ya Paduka, mohon berikan petunjuk, agar Subali bisa terbunuh Paduka. Sri Rama menjawab, Paman Sugriwa, tolong tunjukan perbedaan Dirimu dengan Subali, dengan sesuatu tanda. Ampun Paduka Hamba laksanakan printah Paduka. Dengan tanda perbedaan Sri Rama menepati janjinya untuk membunuh Subali.

Akhirnya Rama menyuruh Sugriwa untuk mengalungkan janur kuning di lehernya untuk mudah membedakan antara Sugriwa dan Subali. Saat Sugriwa dan Subali kembali bertarung, Rama pun muncul dan melepaskan anak panahnya ke dada Subali dan Subali pun terjatuh. Saat sekarat, Subali menhina Rama sebagai ksatrya pengecut yang tidak tahu dharma. "Sebagai penegak Dharma, atas dasar apa anda ikut campur membunuhku? Dharma apa yang anda jalankan? Saya tidak punya masalah dengan anda, tidak kenal satu sama lain. Lalu kenapa anda memanahku seperti seorang pengecut? Anda tidak ksatria" Kata Subali pada Rama.
         

Lalu Rama menjawab "Saya hanya melaksanakan tugas di muka bumi ini. Jika anda tidak bersalah maka panah saya tidak akan menembus badan anda. Dan sebaliknya, jika anda tertembus oleh panahku, itu artinya anda bersalah. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Subali mengutuk Rama agar istrinya kelak meragukan keutuhan kesetiannya. Dan sumpah kedua adalah ia akan menjelma sebagai pemburu yang bernama Jara di jaman Mahabhrata. Dan ia akan balas dendam menembak Rama yang saat itu Rama akan menjelma menjadi Khrisna. Khrisna akan mati di tangan Jara saat Jara berburu dan mengira Khrisna adalah binatang buruan.

Jaratkaru

Kisah Jaratkaru merupakan kisah dari Mahabharata yang memiliki delapan belas Parwa. Jadi, Jaratkaru termasuk bagian dari Adi Parwa. Kisah Jaratkaru berawal ketika  Jaratkaru pergi berkunjung ke Ayatana sthana. tempat tersebut merupakan sebuah  tempat yang ada di antara Surga dan Neraka. Berkat ketekunannya, Jaratkaru memang dianugerahi kesaktian dimana ia dapat mengungjungi berbagai tempat dan melihat ketiga dunia, Bhur, Bwah, dan Swah.
            Di alam Ayatanasthana ia melihat  leluhurnya tergantung pada sebuah Buluh Petung, mukanya tertelungkup, kakinya diikat, di bawahnya terdapat sebuah jurang dalam jalan ke Neraka.  Jurang tersebut terlihat sangat dalam, dan Buluh Petung tempat leluhurnya bergantung terlihat sangat rapuh.  Jaratkaru juga melihat seekor tikus tinggal di dalam Buluh di tepi jurang itu, dan ia melongo ketika melihat tikus tersebut menggerogoti buluh Petung itu secara perlahan.
           Sang Jaratkaru merasa iba,  kemudian  mendekati leluhurnya yang berpakaian sebagai seorang petapa, berambut tebal, berpakaian kulit kayu dan tiada makan selamanya. Sang Jaratkaru bertanya kepada leluhur itu. “Mengapa kalian berada di tempat seperti ini, bukankah seharusnya kalian sudah ada di Suargan?” seru Sang Jaratkaru. Dengan ketakutan akan terjatuh, leluhur itu pun menjawab.  “Keadaan saya seperti ini  karena keturunan kami ini putus. Itulah sebabnya saya pisah dengan dunia leluhur dan bergantung di Buluh Petung ini, tempat ini bagaikan Neraka,”
           Kemudian leluhur itu kembali berkata. “Ada seorang keturunanku bernama Jaratkaru, ia pergi berkeinginan melepaskan ikatan kesengsaraan orang, ia tidak beristri, karena menjadi seorang Brahmacari dari kecil. Itulah yang menyebabkan saya berada di Buluh ini, karena brata semadhinya kepada asrama sang pertapa,” kata sang leluhur itu. “Kalau kamu begitu mengasihaniku, katakana pada Jaratkaru keturunanku agar ia bersedia menikah dan memiliki keturunan. Agar aku dapat kembali bersama leluhurku,” ungkapnya. Dengan berat hati, Sang Jaratkaru akhirnya berkata jujur kepada leluhurnya. “Saya Jaratkaru, ampuni dosaku karena telah membuat leluhur menjalani siksa di sini. Saya akan mengakhiri masa Brahmacari saya dan menikah, agar leluhur tak lagi mengalami derita,” jelas Jaratkaru.
                   Selanjutnya  Sang Jaratkaru pergi mencari istri yang senama dengannya. Ia pergi ke semua penjuru, tetapi tidak menemukan istri yang senama dengannya. Karena tidak tahu harus berbuat apa lagi, ia pun mencari pertolongan kepada bapaknya supaya dapat menghindarkan dirinya dari sengsara. Masuklah ke hutan sunyi, menangislah ia sambil mengeluh kepada semua Dewata. Berkatalah ia pada semua makhluk. “Hai segala makhluk, termasuk makhluk yang tidak bergerak, saya ini Jaratkaru seorang Brahmana yang ingin beristri. Berilah saya istri yang senama dengan saya, biar saya  mempunyai anak, supaya leluhur saya bisa pulang ke Sorga,” ujarnya.
        Tangis Sang Jaratkaru itu terdengar oleh para Naga. Sang Naga Basuki pun mencari Sang Jaratkaru dan memberikan  adiknya Sang Naga Ngini yang diberi nama Jaratkaru, supaya berputra seorang Brahmana yang akan menghindarkan dirinya dari korban ular (Yadnya Sarpa). Akhirnya Sang Jaratkaru pun beristri Jaratkaru yang akan memberikannya putra dan membebaskan roh leluhurnya dari kesengsaraan. Suatu ketika Jaratkaru berkata kepada istrinya. "Saya berjanji dengan engkau, jika engkau mengucapkan apa yang tidak menyenangkan kepadaku, apalagi melakukan perbuatan yang tidak pantas, jika seandainya hal itu dilakukan olehmu, maka  aku akan meninggalkan engkau," kata Jaratkaru.
      Setelah beberapa lama mereka hidup bersama, mengandunglah Si Naga perempuan Jaratkaru. Sang Jaratkaru senang, bahkan dia meminta istrinya memangku kepalanya, dan akhirnya tertidur lelap. Jaratkaru cukup lama tertidur hingga senja, istrinya cemas, apalagi waktunya untuk sembahyang sudah tiba. Lalu, dibangunkan suaminya.  "Hai tuanku Mahabrahmana, bangunlah tuanku.  Waktu telah senja tuanku, waktu untuk mengerjakan tugas agama, semua perlengkapan sudah tersedia," ujarnya.
Jaratkaru lantas bangun. Cahaya kemarahan memancar pada matanya dan mukanya memerah. "Engkau naga perempuan yang sangat jahat, engkau sebagai istri menghinaku, engkau sampai hati mengganggu tidurku. Tidak layak lagi tingkah lakumu sebagai istri. Oleh karena itu akan kutinggalkan engkau sekarang ini," ujar Jaratkaru yang kemudian bergegas pergi.
Istri Jaratkaru memohon maaf karena tidak bermaksud  menghina. "Hanya membangunkan dan  mengingatkan sembahyang tiap senja. Salahkah itu, sehingga aku menyembah tuanku. Seyogyanyalah engkau kembali tuan yang terhormat. Jika hamba telah beranak, di mana anak itu akan menghapuskan korban ular bagi saudara-saudaraku, maka tuanku dapat membuat tapa lagi.” pintanya.
Setelah itu, lahirlah anak yang dinamai Astika. Ia kemudian dipelihara oleh Basuki, dididik serta diasuh sesuai aturan Brahmana, dirawat dan diberi kalung Brahmana. Dengan lahirnya Astika, maka arwah leluhur yang menggantung di ujung bambu itu melesat pulang ke Pitraloka