Selasa, 19 November 2024

Kala Darma dan Sumpahnya yang Terpatri

Pada zaman dahulu, di suatu kerajaan yang terletak di ujung dunia, hiduplah seorang raksasa yang sangat berbeda dari yang lain. Namanya adalah Bagaspati, namun lebih dikenal dengan julukan Kala Darma. Kata "Kala" berarti raksasa, sedangkan "Darma" berarti kebaikan, sehingga kala darma berarti "raksasa kebaikan". Kala Darma adalah sosok yang sangat besar dan kuat, dengan tubuh raksasa yang menakutkan. Namun, di balik penampilannya yang menakutkan, ia memiliki hati yang penuh dengan kebaikan dan kebijaksanaan. Ia selalu berusaha menolong siapa pun yang membutuhkan pertolongan, tanpa membedakan ras atau golongan. Banyak orang yang datang kepada Kala Darma untuk meminta bantuan, dan ia selalu dengan senang hati memberikan pertolongan.

Kala Darma hidup sendirian di sebuah hutan lebat, jauh dari keramaian, karena ia tahu bahwa banyak orang yang takut padanya hanya karena penampilannya. Namun, suatu hari, takdir mempertemukannya dengan seorang wanita cantik yang mempesona, bernama Dewi Setyawati. Dewi Setyawati adalah putri dari raja yang sangat terkenal, seorang pemimpin bijaksana yang disegani banyak kerajaan. Meskipun memiliki latar belakang keluarga yang mulia, Dewi Setyawati adalah wanita yang rendah hati, lembut, dan penuh kasih sayang.

Kala Darma dan Dewi Setyawati jatuh cinta pada pandangan pertama. Setyawati melihat kebaikan dalam diri Kala Darma yang tidak tampak oleh banyak orang, sementara Kala Darma merasa bahwa Setyawati adalah wanita yang luar biasa, penuh kelembutan dan kebijaksanaan. Mereka berdua kemudian menikah dengan penuh kebahagiaan, dan dari pernikahan itu lahirlah seorang putri yang sangat cantik, yang mereka beri nama Dewi Satyawati juga. Nama yang sama dengan ibunya.

Namun, kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Saat Dewi Satyawati dewasa, sang putri dijodohkan dengan seorang pria tampan dan gagah bernama Narasoma. Narasoma adalah pemuda yang dikenal di seluruh kerajaan karena ketampanannya yang mempesona dan keberaniannya dalam bertempur. Namun, meskipun Narasoma tampan dan perkasa, ia memiliki sebuah kelemahan yang besar—ia merasa sangat malu memiliki mertua yang merupakan seorang raksasa.

Setelah menikahi Dewi Satyawati, Narasoma merasa tidak nyaman berada di sisi mertuanya yang besar dan menakutkan. Setiap kali ia berada di dekat Kala Darma, ia merasa terhina. Rasa malu semakin menguasai dirinya, apalagi ketika orang-orang di sekitarnya mulai bergunjing tentang hubungan keluarganya yang aneh—seorang manusia tampan menikahi putri seorang raksasa. Narasoma merasa bahwa ia tidak akan bisa hidup tenang selama masih ada Kala Darma yang menjadi mertuanya. Ia merasa tidak dihormati, bahkan oleh rakyatnya sendiri, karena keberadaan raksasa yang sangat besar itu.

Suatu malam, saat mereka berdua duduk di bawah sinar rembulan, Narasoma akhirnya mengungkapkan perasaannya kepada Dewi Setyawati. "Aku mencintaimu, Satyawati, tetapi aku tidak bisa hidup dengan rasa malu ini," katanya dengan suara penuh kekhawatiran. "Ayahmu, Kala Darma, adalah seorang raksasa. Aku tidak bisa terus-terusan hidup di bawah bayang-bayangnya. Aku ingin hidup dengan kebanggaan, bukan dengan rasa malu. Aku ingin membuangnya, Satyawati. Aku ingin kita hidup tanpa dia."

Dewi Setyawati terkejut mendengar permintaan suaminya. Bagaimana bisa? Ia  yang sudah begitu mencintai ayahnya, harus menyetujui permintaan yang begitu besar? Namun, ia juga mencintai Narasoma, dan rasa cinta itu membuatnya merasa ragu. Setelah berhari-hari berpikir, hatinya pun berat untuk menerima kenyataan pahit ini. Akhirnya, dengan air mata yang mengalir di pipinya, Dewi Setyawati berkata, "Baiklah, Narasoma. Jika itu yang kau inginkan, aku akan mengizinkanmu untuk membuang ayahku. Demi kebahagiaanmu, aku rela."

Kala Darma, meskipun tahu bahwa putrinya sedang dibebani dilema besar, tidak bisa menahan hatinya. Ia tahu bahwa putrinya sangat mencintai suaminya dan tidak ingin melihatnya menderita. Kala Darma, dengan kebijaksanaannya yang besar, menyadari bahwa ia harus merelakan semuanya demi kebahagiaan anaknya. "Jika itu yang membuatmu bahagia, Satyawati, aku rela," katanya dengan suara yang penuh kasih. "Namun, dengarlah sumpahku ini, dan simpanlah baik-baik di hatimu."

Dengan suara yang dalam dan penuh kekuatan, Kala Darma melanjutkan, "Aku bersumpah, jika hidupku harus berakhir dengan cara ini, aku akan dilahirkan kembali. Aku akan lahir sebagai Darma, seorang pahlawan besar yang dikenal dengan nama Yudistira. Dan aku akan menuntut balas atas pengkhianatan ini. Aku akan bertarung melawan Salya, yang tak lain adalah suamimu, Narasoma. Pada akhirnya, Salya akan terkalahkan di tanganku dalam medan perang Kurukshetra."

Setelah mengucapkan sumpah itu, Kala Darma yang besar dan penuh kebijaksanaan itu, dengan hati yang tabah, pergi meninggalkan rumah putrinya. Narasoma, meskipun merasa cemas, melaksanakan niatnya. Kala Darma yang besar itu pun dibuang dari keluarga, pergi jauh ke dalam hutan untuk menghabiskan sisa hidupnya. Sementara itu, Narasoma merasa lega, meskipun bayang-bayang rasa bersalah mulai menghantuinya.

Tahun demi tahun berlalu, dan Dewi Setyawati hidup dengan rasa kehilangan yang mendalam. Ia tidak pernah bisa melupakan ayahnya yang sangat baik hati. Namun, ia juga tahu bahwa cinta pada suaminya, Narasoma, adalah takdirnya, dan ia hanya bisa menerima kenyataan yang ada.

Tak lama kemudian, peperangan besar yang mengubah takdir seluruh dunia pun tiba. Perang Kurukshetra meletus antara dua keluarga besar—Pandawa dan Kaurawa. Dalam perang besar ini, salah satu pahlawan yang paling disegani adalah Yudistira, raja yang bijaksana dan adil, yang dikenal karena keputusan-keputusannya yang selalu didasarkan pada dharma (kebenaran) dan keadilan.

Namun, Yudistira bukanlah sosok biasa. Dalam hatinya, ada sebuah rahasia besar—ia adalah reinkarnasi dari Kala Darma, sang raksasa yang pernah dibuang oleh menantunya. Di medan perang, Yudistira bertemu dengan Salya, yang tak lain adalah Narasoma, mantan suami Dewi Setyawati. Keduanya bertarung dengan sengit di medan perang, saling beradu kekuatan dan kebijaksanaan.

Akhirnya, seperti yang telah disumpahkan oleh Kala Darma, Salya—yang telah menjadi musuh Yudistira—terkalahkan di tangan Yudistira. Dalam detik-detik terakhir pertempuran, Yudistira, yang mengetahui bahwa Salya adalah Narasoma, tidak bisa menahan perasaan campur aduk di dalam hatinya. Namun, ia juga tahu bahwa takdir harus dijalani, dan ia harus menuntaskan sumpah yang telah diucapkannya.

Dengan jatuhnya Salya, sejarah tercatat bahwa Yudistira—pahlawan yang dikenal dengan kebijaksanaan dan keadilan—telah mengalahkan musuhnya. Namun, dalam hatinya, ia merasakan beban yang sangat berat, karena ia tahu bahwa perang ini adalah hasil dari sebuah keputusan yang pahit di masa lalu, yang melibatkan cinta, pengkhianatan, dan takdir yang tak terelakkan.

Akhirnya, Kala Darma, sang raksasa kebaikan, memenuhi takdirnya dan mengakhiri siklus yang telah lama dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar