Di sebuah kerajaan yang terletak di antara dua pegunungan tinggi, hiduplah seorang pendeta bijak bernama Rsi Agni. Rsi Agni dikenal di seluruh negeri karena pengetahuan mendalamnya tentang berbagai ajaran spiritual, termasuk ajaran purwagama yang diturunkan dari leluhur kerajaan. Salah satu ajaran yang paling dalam yang ia pahami adalah tentang Dewi Durga dan lima pancaran sakti-Nya yang disebut Panca Durga.
Dalam lontar Purwagama Sasana, diceritakan bahwa Dewi Durga memiliki lima pancaran sakti yang menakjubkan, yang masing-masing mewakili kekuatan luar biasa yang dapat membawa kebaikan maupun malapetaka. Kelima pancaran sakti ini adalah:
1. Kala Durga – Kekuatan waktu yang tak terbendung. Kala Durga menguasai aliran waktu yang dapat menghancurkan ataupun memperpanjang kehidupan, memberi peluang untuk pembaharuan atau menenggelamkan segalanya dalam kehancuran.
2. Durga Suksmi – Kekuatan yang menguasai energi halus. Durga Suksmi membawa kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan bagi mereka yang memahaminya dengan hati yang murni.
3. Sri Durga – Kekuatan yang mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Sri Durga memberikan berkat dalam bentuk rezeki, kejayaan, dan ketenaran, tetapi juga dapat menuntut pengorbanan besar bagi yang menyalahgunakan anugerah ini.
4. Sri Dewi Durga – Kekuatan yang mewakili keindahan dan kesuburan. Sri Dewi Durga adalah manifestasi dari kehidupan yang terus berkembang, memberkahi tanah dengan hasil yang melimpah dan melindungi keseimbangan alam.
5. Sriaji Durga – Kekuatan yang menjaga keseimbangan kosmik. Sriaji Durga adalah pancaran yang menjaga hubungan antara dunia manusia, dunia roh, dan dunia alam semesta. Dengan kekuatan ini, dunia dapat tetap berjalan dalam keharmonisan, atau sebaliknya, menjadi kacau.
Kelima pancaran sakti inilah yang menguasai lima arah mata angin: Kala Durga di arah utara, Durga Suksmi di selatan, Sri Durga di barat, Sri Dewi Durga di timur, dan Sriaji Durga di pusat dunia. Semua ini adalah kekuatan maha dahsyat yang sangat dihormati, namun sekaligus sangat berbahaya jika salah digunakan.
Pada suatu malam yang sangat gelap, kerajaan yang damai ini mengalami bencana besar. Banjir bandang datang begitu cepat, merenggut banyak nyawa dan menghancurkan ladang-ladang penduduk. Rsi Agni yang merasa ada yang tidak beres, segera pergi ke tempat suci, sebuah pura yang terletak di tengah hutan. Di sana, ia melakukan ritual sakral yang dikenal dengan nama Pengerehan atau Transformasi, suatu ritual yang sangat jarang dilakukan oleh umat manusia. Ritual ini bertujuan untuk memanggil kekuatan Panca Durga agar dapat hadir dan berstana dalam bentuk Rangda, yang dipercaya sebagai penjaga dan pengatur keseimbangan alam semesta.
Di bawah cahaya rembulan yang redup, Rsi Agni mempersiapkan tempat dengan hati-hati. Di depannya, terhampar sebuah tapakan Ida Bhatara, tempat di mana Dewi Durga dan kelima pancaran sakti-Nya akan bersatu dalam wujud Rangda. Ia menghadap ke arah utara, tempat Kala Durga bersemayam, dan mulai melantunkan mantra-mantra kuno yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Mantra-mantra itu menggetarkan udara, menggema ke segala penjuru.
Tiba-tiba, dari dalam hutan yang sunyi, terdengar suara gemuruh yang menandakan kedatangan kekuatan besar. Angin berhembus dengan kencang, mengacak-acak daun-daun di pohon-pohon, sementara langit yang tadinya cerah tiba-tiba dipenuhi awan gelap. Rsi Agni memejamkan mata, merasakan setiap pancaran sakti yang mulai merasuk ke dalam tubuhnya. Kala Durga mulai memanifestasikan diri di arah utara, memberikan Rsi Agni penglihatan akan kekuatan waktu yang tak terhindarkan. Durga Suksmi hadir dari arah selatan, memberikan kedamaian yang menenangkan jiwa. Sri Durga muncul dari arah barat, membawa keberuntungan dan kekayaan, sementara Sri Dewi Durga datang dari arah timur, menebarkan keindahan dan kesuburan. Sriaji Durga, pancaran terakhir, hadir di pusat alam semesta, menjaga keseimbangan dan keharmonisan.
Dengan kelima pancaran sakti ini menyatu dalam tubuhnya, Rsi Agni merasakan dirinya berubah. Ia bukan lagi hanya seorang manusia, tetapi menjadi medium bagi kekuatan maha besar yang mampu mengatur kembali keseimbangan alam. Sebuah bentuk Rangda, sosok mengerikan dengan wajah yang penuh kekuatan dan mata yang menyala-nyala, muncul di hadapannya. Rangda ini adalah manifestasi dari Panca Durga, yang siap menuntun dunia menuju perubahan.
Dengan suara lantang, Rsi Agni berkata, "Wahai Panca Durga, aku memohon agar engkau menstabilkan kembali dunia ini. Berikanlah kedamaian bagi yang layak, dan hentikanlah bencana yang merusak."
Rangda, dengan suara gemuruh yang menggetarkan bumi, mengangguk. "Wahai Rsi Agni, kekuatan Panca Durga tak hanya memberi berkat, namun juga menguji setiap hati yang menginginkan kedamaian. Biarkan dunia ini belajar dari penderitaannya, agar mereka mengerti nilai dari kesederhanaan, rasa syukur, dan kebijaksanaan."
Dengan kekuatan Panca Durga yang hadir melalui Rangda, bencana yang melanda kerajaan itu mulai mereda. Air bah surut, ladang-ladang kembali subur, dan penduduk yang selamat mulai membangun kehidupan baru. Namun, Rsi Agni tahu bahwa keseimbangan ini hanya akan bertahan jika umat manusia tetap menjaga keharmonisan dengan alam dan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi.
Sejak saat itu, setiap tahun, kerajaan itu mengadakan ritual Pengerehan untuk menghormati Panca Durga, memohon agar kekuatan luar biasa ini terus menjaga keseimbangan dunia. Dalam setiap mantra yang dibaca, Rsi Agni mengingatkan mereka bahwa kekuatan Panca Durga tidak hanya membawa kedamaian, tetapi juga harus dijaga dengan penuh hati-hati, karena kekuatan yang maha besar ini dapat dengan mudah menghancurkan segala sesuatu jika disalahgunakan.
Demikianlah kisah tentang Panca Durga, lima pancaran sakti yang tidak hanya menguasai lima arah mata angin, tetapi juga menjaga keseimbangan kehidupan yang tak ternilai harganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar