Minggu, 22 Desember 2024

Kisah Dewi Uma yang Menjadi Dewi Durga

Dalam Lontar Anda Buana, terdapat sebuah kisah yang mengisahkan perjalanan panjang seorang dewi, Dewi Uma, yang berubah menjadi Dewi Durga akibat sebuah kutukan dahsyat dari Dewa Siwa. Kisah ini bermula dengan sebuah peristiwa yang menyentuh hati, melibatkan cinta, pengorbanan, dan takdir yang tak terelakkan.

Pada suatu ketika, Dewa Siwa, yang dikenal sebagai dewa agung, pura-pura jatuh sakit. Ia merasa tubuhnya lemah dan membutuhkan obat yang sangat langka untuk menyembuhkannya. Dalam keputusasaannya, Dewa Siwa memanggil sang permaisuri, Dewi Uma, yang sangat setia dan penuh kasih padanya. Dengan wajah penuh harapan, Dewa Siwa berkata, "Wahai Uma, aku menderita sakit yang sangat berat. Hanya susu sapi putih yang dapat menyembuhkanku. Pergilah, carilah susu itu dari penjuru dunia, agar aku bisa sembuh."

Tanpa ragu, Dewi Uma menyanggupi permintaan suaminya. Meskipun tugas ini sangat berat, karena susu sapi putih sangat sulit ditemukan, Dewi Uma tidak memperhitungkan kesulitan yang akan dihadapinya. Dengan tekad yang kuat, ia memulai perjalanan panjang yang mengarungi dunia. Dari sudut ke sudut bumi, ia mencari sapi putih yang dapat memberikan susu yang diinginkan Dewa Siwa.

Berbulan-bulan Dewi Uma mencari, namun hasilnya nihil. Beberapa kali ia hampir putus asa, namun tekadnya untuk menyembuhkan suaminya selalu membara. Dewa Siwa, yang mengetahui perjuangan sang permaisuri, merasa iba dan memutuskan untuk turun ke dunia. Ia menyamar menjadi seorang penggembala sapi yang hidup di hutan, sementara sapi putih yang dimaksud, Nandini, sedang menyusui.

Akhirnya, setelah berkeliling dunia, Dewi Uma tiba di sebuah hutan dan bertemu dengan seorang gembala yang sedang menggembalakan sapi putih. Sang gembala, yang tak lain adalah Dewa Siwa dalam penyamarannya, terlihat sederhana namun penuh ketenangan. Dewi Uma, yang terpesona oleh wajah gembala itu, memutuskan untuk mendekatinya.

Dengan wajah yang anggun dan penuh rasa hormat, Dewi Uma mengungkapkan maksudnya. "Wahai Sang Gembala, saya datang untuk memohon susu sapi putih yang sedang menyusui, sebagai obat bagi suami saya yang sedang sakit. Maukah Anda memberikannya kepada saya?"

Namun, sang gembala, dengan penuh kebijaksanaan, menolak permintaan Dewi Uma. "Wahai Dewi, saya hanyalah seorang gembala yang hidup sendiri di hutan. Saya tidak memerlukan emas atau perak. Semua itu tidak berarti bagi saya. Yang paling berharga bagi saya adalah Anda. Maukah Anda menemani saya malam ini sebagai imbalan atas susu sapi saya?"

Dewi Uma, yang begitu mencintai suaminya, merasa terdesak. Meskipun terkejut dan tak sepenuhnya sepakat dengan permintaan gembala itu, ia akhirnya menyetujui untuk menemani sang gembala demi mendapatkan susu sapi putih yang sangat dibutuhkan. Ia merelakan dirinya, meski itu berarti ia harus memenuhi permintaan yang sangat tidak diinginkan. Setelah malam itu, Dewi Uma mendapatkan susu sapi putih yang ia cari, dan dengan hati yang berat, ia meninggalkan gembala itu untuk kembali ke Kahyangan.

Setibanya di Kahyangan, Dewi Uma segera menyerahkan susu putih itu kepada Dewa Siwa. Namun, Dewa Siwa yang bijaksana memanggil Ganesha untuk menggunakan ilmu Aji Saraswati untuk mengetahui asal-usul susu tersebut. Dengan kebijaksanaan, Ganesha mengungkapkan bahwa susu tersebut diperoleh dengan cara yang tidak pantas. Dewi Uma, yang mendengar ini, merasa marah dan tidak terima. Dalam kemarahannya, ia membakar Aji Saraswati yang dibacakan oleh Ganesha. Aji Saraswati yang merupakan ilmu sakti itu pun hancur menjadi abu dalam sekejap.

Melihat perbuatan Dewi Uma yang membakar ilmu tersebut, Dewa Siwa sangat marah. Dengan penuh kekecewaan, Dewa Siwa mengutuk Dewi Uma untuk turun ke dunia sebagai Dewi Durga. Sebagai Dewi Durga, ia harus menjalani takdir yang berat sebagai penguasa kuburan dan penyebar penyakit. Dewi Durga akan berada di dunia, ditemani oleh 108 buta dan Bhuti, yang merupakan makhluk-makhluk jahat yang mengikutinya. Tugasnya adalah menebar penyakit, menciptakan bencana alam, dan menimbulkan kekeringan. Namun, tujuan utama dari tindakan ini adalah untuk menyadarkan umat manusia, agar mereka selalu ingat dan berbakti kepada Tuhan.

Penyakit yang diciptakan oleh Dewi Durga bukanlah untuk membinasakan, melainkan untuk memberi pelajaran kepada umat manusia yang lupa akan Tuhan. Agar gangguan dan bencana yang ditimbulkan oleh Dewi Durga dapat berkurang, manusia harus melakukan persembahan Bhuta Yadnya, yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk meredakan amarah Dewi Durga dan mengembalikan keseimbangan di dunia.

Dengan kutukan ini, Dewi Uma, yang sebelumnya tinggal di Kahyangan, kini terpaksa menetap di dunia. Ia menanggung penderitaan sebagai Dewi Durga, yang harus melaksanakan takdirnya di dunia ini, dan hanya akan kembali ke Siwaloka setelah ia disucikan dari segala perbuatan yang telah dilakukannya. Kisah ini menjadi sebuah pengingat bagi umat manusia akan pentingnya kesetiaan, pengorbanan, dan ketulusan hati dalam menjalani kehidupan, serta bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi yang harus dihadapi, baik di dunia maupun di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar