Rabu, 19 Juni 2024

Kisah Mayadanawa: Raja yang Sakti dan Angkuh

Pada zaman dahulu, di daerah Balingkang, sebelah utara Danau Batur, bertahta seorang raja yang bernama Mayadanawa. Beliau adalah anak dari Dewi Danu Batur, yang sangat sakti dan dapat mengubah diri menjadi bentuk yang diinginkannya. Mayadanawa hidup pada masa Mpu Sangkul Putih dan menjadi sombong dan angkuh karena kesaktiannya.

Rakyat Bali tak diizinkan lagi menyembah Tuhan, dilarang melakukan upacara keagamaan, dan hampir semua  pura dihancurkan. Rakyat menjadi sedih dan sengsara, namun tak kuasa menentang Raja yang sangat sakti. Tanaman penduduk menjadi rusak dan wabah penyakit menyerang di mana-mana.

Melihat hal tersebut, Mpu Sangkul Putih melakukan yoga semadhi di Pura Besakih untuk mohon petunjuk dan bimbingan Tuhan. Pertolongan datang dari sorga yang dipimpin oleh Bhatara Indra dengan pasukan yang kuat dan persenjataan lengkap. Pasukan Bhatara Indra menyerang Mayadanawa dengan strategi yang matang.

Mayadanawa, menyadari kerajaannya telah terancam, mengirimkan mata-mata untuk menyelidiki pasukan Bhatara Indra serta menyiapkan pasukannya. Pertempuran hebat pun terjadi, namun pasukan Bhatara Indra unggul dan membuat pasukan Mayadanawa melarikan diri.

Mayadanawa menciptakan mata air yang beracun di dekat tenda pasukan Bhatara Indra, namun Bhatara Indra menciptakan mata air yang kemudian dinamakan Tirta Empul, dan semua pasukannya bisa disembuhkan kembali. Bhatara Indra dan pasukannya melanjutkan mengejar Mayadanawa.

Mayadanawa mengubah dirinya menjadi berbagai bentuk untuk menyembunyikan dirinya, namun Bhatara Indra tak bisa ditipu dan terus mengejar. Akhirnya, Mayadanawa dipanah oleh Bhatara Indra sehingga Mayadanawa menemui ajalnya. Darahnya terus mengalir membentuk sungai yang disebut Sungai Petanu.

Bhatara Indra mengutuk sungai itu, jika air sungai itu digunakan untuk mengairi sawah akan menjadi subur, tetapi ketika dipanen akan mengeluarkan darah dan berbau bangkai. Kutukan itu berumur 1000 tahun.

Kisah Mayadanawa menjadi pelajaran tentang bahaya kesombongan dan angkuh, serta kekuatan kebenaran dan keadilan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar